Pengembangan
Ekowisata Berbasis Kearifan Lokal di Lembah Baliem, Kota Wamena, Kabupaten
Jayawijaya, Provinsi Papua
1. Latar Belakang
Kabupaten Jayawijaya
ini. Kabupaten Jayawijaya terletak tepat di jantung Provinsi Papua, yang mempunyai
potensi wisata alam dan budaya yang sangat luar biasa dan mempunyai keunikan
tersendiri yang tidak ditemui di daerah lain, potensi wisata ini telah
dipublikasikan ke dalam dan luar negeri lewat jaringan internet dan melalui
promosi ke berbagai Negara dengan mengadakan pameran – pameran wisata untuk
menarik minat wisatawan domestic dan mancanegara berkunjung ke Kabupaten
Jayawijaya.
Adapun beberapa objek
wisata alam yang sangat menonjol seperti danau Habema yang berada di ketinggian
1650 DPL dengan panorama alam pegunungan yang memanjakan mata, Kawasan Taman
Lorentz dengan keanekaraman hayati, flora dan fauna, goa-goa alam yang tersebar
dibeberapa tempat dengan stalaktit dan stalaknit yang belum terjamah
tangan-tangan jahil, hamparan pasir putih di atas bukit Aikima, sedangkan
wisata budaya yang saat ini merupakan ikon pariwisata Jayawijaya yaitu Festival
Budaya Lembah Baliem yang digelar setiap tahun pada bulan Agustus yang menjadi
agenda tahunan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayawijaya, serta wisata yang menarik
untuk dikunjungi adalah mumi yang telah berusia ratusan tahun yang terdapat di
kampung Aikima dan Kurulu.
Adapun pemeo yang
populer di tengah-tengah wisatawan sendiri “ kalau belum ke Wamena, berarti
belum ke Papua “ ini artinya bahwa kunjungan anda ke Papua belum lengkap bila
belum bekunjung ke Wamena, hal ini menunjukkan objek wisata di Jayawijaya masih
memiliki keaslian budayanya dengan segala kearifan local yang masih
dipertahankan masyarakat dengan baik hingga saat ini.
2.
Konsep Pengembangan Ekowisata
Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi
masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata memberikan kontribusi positif terhadap
usaha pelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan merupakan pengembangan
ekowisata dengan tetap memperhatikan prisip-prinsip secara konsisten. Sebagai
langkah awal idealnya pengembangan obyek ekowisata sebagai daya tarik wisata
harus diinventarisir terdahulu, agar perencanaan pengembangan tidak terjadi
kekeliruan. Lembah Baliem memiliki begitu banyak potensi sumber daya ekowisata,
namun belum dikelola dengan pendekatan konsep ekowisata. Berdasarkan alasan
tersebut, guna mengetahui potensi pengembangan ekowisasa yang berkelanjutan,
kendala pengembangan ekowosata, dan strategi pengembangan sumber daya ekowisata
yang terdapat di Lembah Baliem.
Upaya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai
lingkungan telah memberikan implikasi munculnya berbagai tuntutan di semua sektor pembangunan.
Tuntutan-tuntutan tersebut telah dan akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru,
cara cara pendekatan baru dalam berbagai kegiatan baik bisnis pariwisata secara langsung yang
dilakukan dunia usaha pariwisata dan usaha-usaha masyarakat dalam upaya
meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, lingkungan mempunyai
peran penting dalam usaha mendorong semua lapisan masyarakat untuk
memanfaatkannya sebagai peluang bisnis, sehingga diharapkan dapat mendorong
semua pihak untuk dapat menyelesaikan masalah- masalah dan mampu mendorong
keikutsertaan semua unsur secara bersama-sama menanggulangi masalah lingkungan
secara bersama-sama.
Dari pengetahuan terhadap motivasi ekowisata,
maka prinsip utama ekowisata menurut
Choy (1998:179), adalah meliputi :
1) Lingkungan ekowisata haru bertumpu pada
lingkungan alam dan budaya yang relatif
belum tercemar atau terganggu
2) Masyarakat ekowisata harus dapat memberikan
manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi langsung kepada masyarakat setempat
3) Pendidikan dan pengalaman ekowisata harus
dapat meningkatkan pemahaman akan
lingkungan alam dan budaya yang terkait, sambil berolah pengalaman yang
mengesankan.
4) Keberlanjutan ekowisata harus dapat memberikan
sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi dan lingkungan tempat kegiatan,
tidak merusak, tidak menurunkan mutu, baik jangka pendek dan jangka panjang
5) Manajemen ekowisata harus dapat dikelola dengan
cara yang bersifat menjamin daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan
budaya yang terkait di daerah tempat kegiatan ekowisata, sambil menerapkan cara
mengelola yang terbaik untuk menjamin kelangsungan hidup ekonominya.
Ekowisata memiliki keterkaitan dengan beberapa prinsip
pengembangan ekowisata namun di dalamnya terkandung makna untuk turut serta melestarikan
ekonomi lingkungan, yaitu wisatawan memiliki keterlibatan langsung dalam
pelestarian lingkungan, serta diharapkan memiliki kesadaran akan keberadaan
sumber daya dan lingkungan . Kegiatan pariwisata memiliki tanggung jawab
ekonomi dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi dan dinikmat
wisatawan melalui berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan yang
dapat dikembalikan bagi kepentingan konservasi lingkungan dan kunjungan
wisatawan untuk pengembangan lingkungan yang berkelanjutan yang dapat dinikmati
oleh para pecinta dan pemelihara lingkungan berikutnya.
Selain itu, kegiatan pariwisata lebih banyak menggunakan
sarana transportasi lokal, sarana akomodasi lokal, yang dikelola masyarakat setempat
dan membedakan kehidupan masyarakat setempat dalam menumbuhkan pendapatan
masyarakat dari berbagai kegiatan yang diakibatkan oleh kegiatan wisatawan di
lokasi ekowisata yang dikunjunginya dan berdampak kepada tumbuhnya inovasi,
kreativitas masyarakat dalam menggali berbagai sumber kegiatan positif yang
menunjang terhadap interaksi lingkungan dan mendorong pertumbuhan ekowisata di
daerahnya.
3. Gambaran Geografis Kabupaten Jayawijaya
Secara geografi Kabupaten Jayawijaya terletak
antara 30.20 sampai 50.20′ Lintang Selatan serta 1370.19′ sampai 141 Bujur
Timur. Batas-batas Daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai berikut : Sebelah
Utara dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Yapen Waropen, Barat dengan
Kabupaten Paniai, Selatan dengan Kabupaten Merauke dan Timur dengan perbatasan
negara Papua New Guinea. Kabupaten
Jayawijaya, dengan luas wilayah sebesar 2.629 km2, Kabupaten Jayawijaya adalah
kabupaten terluas di dataran tinggi Papua sebelum terjadi pemekaran menjadi
lima kabupaten pada 2008. Jayawijaya sekarang meliputi 11 kecamatan dengan 116
desa. Sekitar 110.000 penduduk tinggal di 11 kecamatan.
Topografi Kabupaten Jayawijaya terdiri dari
gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang luas. Diantara puncak-puncak
gunung yang ada beberapa diantaranya selalu tertutup salju misalnya Pucak
Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak Mandala 4760m. Tanah pada umumnya
terdiri dari batu kapur/gamping dan granit terdapat di daerah pegunungan
sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan Lumpur,
tanah liat dan lempung.
Suhu udara di sekitar
Lembah Baliem bervariasi, antara 14,5˚C dan 24,5˚C. Dalam setahun curah hujan
rata-rata adalah 1.900 mm dan sebulan kurang lebih ada 16 hari hujan. Batas
antara musim kemarau dan penghujan sulit dibedakan. Akan tetapi, Maret adalah
bulan dengan curah hujan terbesar dan Juli adalah bulan dengan curah hujan
terendah. Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya yang terkenal
akan puncak salju abadinya, antara lain Puncak Trikora (4.750 m), Puncak
Mandala (4.700 m), dan Puncak Yamin (4.595 m).
Jayawijaya beriklim tropic basah, hal ini
dipengaruhi oleh letak ketinggian di permukaan laut dengan temperatur udara
bervariasi antara 80-200Celcius dengan suhu rata-rata 17,50Celcius dengan hari
hujan 152,42 hari pertahun tingkat kelembaban diatas 80%, angin berhembus
sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan terendah 2,5
knot.
Daerah ini terdapat banyak margasatwa yang aneh
dan menarik yang hidup di tengah-tengah pepohonan tropis yang luas dan beraneka
ragam pada gunung-gunung yang lebih tinggi. Hutan-hutan tropis memberi
kesempatan bagi tumbuh-tumbuhan dan hutan-hutan Cemara, semak rhodedendronds
dan species tanaman pakis yang dari anggrek yang sangat mengagumkan. Dekat
daerah bersalju di puncak-puncak gunung terdapat lumut dan tanaman tundra.
Hutan-hutan juga beraneka ragam jenis kayu yang sangat penting bagi perdagangan
seperti intisia, pometis, callophylyum, drokontomiko, pterokorpus dan jajaran
pohon berlumut yang jika diexploitasi dan diproses dapat menghasilkan harga
yang sangat tinggi jika diperdagangkan. Hutan-hutan dan padang-padang rumput
Jayawijaya merupakan tempat hidup kanguru, kuskus, kasuari dan banyak species
dari burung endemic seperti burung Cenderawasih, mambruk, nuri bermacam-macam
insect dan kupu-kupu yang beraneka ragam warna dan coraknya.
Penduduk asli yang mengalami Kabupaten
Jayawijaya ini adalah Suku Dani, Kimyal dan Suku Jale. Selain penduduk asli,
terdapat juga penduduk yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia yang
berada di Kabupaten Jayawijaya bekerja sebagai pegawai negeri, ABRI, Pengusaha,
pedagang, transmigrasi dan sebagainya. Pada penduduk Jayawijaya, babi memegang
peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Babi merupakan prestise dan melambangkan
status sosial seseorang. Tetapi babipun bisa menyebalkan pecahnya perang suku,
dan binatang ini juga berperan sebagai mas kawin (uang mahar).
Di daerah ini masih banyak orang yang
mengenakan “koteka” (penutup penis)
yang terbuat dari kunden kuning dan para wanita menggunakan pakaian wah berasal
dari rumput/serat dan tinggal di “Honai-honai” (gubuk yang beratapkan
jerami/lalang). Upacara-upacara besar dan
keagamaan, perang suku masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar
sebelumnya). Walaupun mereka menerima Agama Kristen, banyak diantara
upacara-upacara mereka masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh nenek
moyang mereka.
Suku Dani percaya terhadap rekwasi. Seluruh
upacara keagamaan diiringi dengan Nyanyian, tarian dan persembahan terhadap
nenek moyang mereka, baik upacara peperangan dan permusuhan biasanya melintasi
daerah perbatasan, wanita, pencurian babi dan masalah-masalah kecil lainnya. Para
prajurit memberi tanda juga terhadap mereka sendiri dengan babi lemak, kerang,
bulu-bulu, kus-kus, sagu rekat, getah dari pohon mangga dan bunga-bungaan,
mempersenjatai diri sendiri dengan; tombak, busur dan anak panah.
Kabupaten Jayawijaya terhitung yang paling
berada di pedalaman Papua maka sarana perhubungan yang ke ibukota Wamena dan
kecamatan-kecamatan lainnya di daerah pedalaman Jayawijaya adalah lewat
transportasi udara. Lapangan terbang yang utama terletak di kota Wamena dan
memiliki jalur rutin yang setiap hari didarati dengan pesawat terbang seperti
Merpati Airlines, Trigana Airlines, dan beberapa jenis pesawat setiap hari 3-4
kali penerbangan dari Jayapura (Airport Sentani) pulang pergi. Beberapa kota
kecamatan di daerah ini dihubungkan dengan jalan darat dan ada kendaraan
seperti taksi-taksi umum yang beroperasi bahkan beberapa mini bus yang
diperuntukkan bagi kepentingan para wisatawan.
Adapun Patung Hukumiarek dijadikan sebagai
patung perdamaian. Patung Hukumiarek dibangun di tengah kota dan saat ini
menjadi taman kota dan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) Hukumiarek adalah nama salah satu Kepala Suku
di Wamena yang menjadi korban akibat perang suku. Patung ini dibangun untuk
mengingatkan kepada masyarakat Wamena agar tidak terjadi lagi perang suku
antara sesama suku serta memohon untuk senantiasa menjaga dan memelihara perdamaian.
4. Tempat
Wisata di Wamena
1) Mummi Wimontok Mabel
Mummi Wimontok salah satu obyek wisata yang
terkenal di Wamena. Obyek wisata ini terletak di Desa Kurulu yang jaraknya
sekitar 50 kilometer di utara Wamena. Sebagai obyek wisata menarik di Wamena,
akses jalan menuju desa ini cukup baik. Hanya sekitar 30 menit kita sudah sampai
di Desa Kurulu.
Menurut informasi, hanya orang-orang tertentu
yang boleh dimumikan. Mereka biasanya orang yang dianggap pahlawan karena
berjasa dalam perang antar suku semasa hidupnya. Mummi tersebut adalah kepala
suku atau panglima perang seperti Wimontok Mabel.
Wimontok dalam bahasa masyarakat setempat
berarti perang terus. Ia adalah kepala suku perang yang terkenal dengan ahli
strategi. Namun, Wimontok meninggal karena usia yang sudah tua. Dan sebagai
panglima perang, tubuhnya dipenuhi luka tusukan yang masih terlihat hingga
sekarang. Umur mummi ini diperkirakan sekitar 366 tahun. Umur ini bisa dihitung
dari kalung rumput yang dilingkarkan di lehernya setiap 5 tahun sekali. Untuk
pengalungan tersebut harus disertai upacara adat dengan pemotongan babi.
Kemudian, lemak babi itu dilulurkan ke seluruh tubuh mummi tersebut.
Pengawetan dilakukan dengan cara pengasapan
sekitar 3 bulan terus-menerus dengan ramuan rempah-rempah. Sepanjang prosesi
pengawetan tersebut disertai dengan upacara adat yang sakral. Setelah menjadi
mummi, perawatan selanjutnya ditangani kaum laki-laki saja. Mereka Beranggapan,
bahwa jika sudah tersentuh oleh wanita, mummi akan cepat rusak dan bisa
mendatangkan malapetaka seperti ladang yang tidak subur dan timbulnya wabah
penyakit dan bagi si wanita sendiri, ia bisa menjadi mandul.
Dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan,
mummi Wimontok selalu dihadirkan di tengah-tengah pesta. Sesuai dengan
kepercayaan mereka, kehadiran mummi di upacara tersebut akan mendatangkan
kebahagiaan dan kesuburan. Karena dipercaya, mummi akan merestui setiap
kegiatan yang mereka lakukan sebab hal itu pernah dilakukan oleh mummi semasa
hidupnya.
Selain itu, adapun Mumi ini adalah murni
seorang Panglima perang yang bernama Werafak Elosak yang meninggal dunia 350
tahun yang lalu, jenazahnya diawetkan secara tradisional di desa Aikima
kecamatan Krulu 8 km dari kota Wamena dan dapat dicapai dengan kenda-raan
selama 15 menit. Selain mumi di Aikima, ada juga beberapa Mumi yang diawetkan
secara tradisional seperti di Desa Yiwika Kecamatan Krulu Mumi Pumo di Desa
Aroboda Kecamatan Asologima dan Mumi Aggruk di Desa Ubahak.
Biaya Wisata di Mummi
Awalnya kita harus melakukan negosiasi harga
terlebih dahulu dengan kerabat dekatnya. Usai negosiasi, kerabat Wimontok
mematok harga sesuai jumlah rombongan yang hadir. Mereka meminta ongkos Rp 450
ribu untuk dapat melihat mummi Wimontok. Itu baru ongkos mengeluarkan mummi
tersebut ndari rumah honai tempat ia disimpan. Jika ingin memotretnya, maka
kita harus membayar lagi Rp 50 ribu untuk sekali jepret.
Namun, kenangan yang didapat wisatawan setelah
mendatangi obyek wisata ini jauh melebihi ongkos yang harus mereka keluarkan.
Sebab, selain di Wamena, mummi hanya ada di Mesir yang secara geografis lebih
jauh dari Indonesia.
2) Pasir Putih Wamena
Di Wamena terdapat pasir putih, yaitu pasir putih
Aikima dan pasir putih Tulem, dengan menempuh perjalanan hanya 30menit kita
dapat berwisata di Pasir Putih, selain berwisata, pasir sering dijadikan tempat
peribadatan atau ibadah di alam terbuka oleh beberapa gereja di Kota Wamena.
Pasir putih ini, lebih halus dari pasir pantai dan terletak di perbukitan tulem
dan terdapat banyak vegetasi disana yang langkah, seperti anggrek hutan yang
unik dan indah. Tarif masuk mobil 50rb dan tarif motor 20rb.
3) Goa Kontilola
Goa ini
merupakan cagar alam, bukti peninggalan yang menjelaskan keberadaan astronomi
kuno. Goa kontilola terdapat menyimpan sejuta misteri, untuk menuju Goa
Kontilola diperlukan sedikit tenaga ekstra, sebab pengunjung harus mendaki
susunan anak tangga hingga jauh diatas bukit.
Adapun suasana mistis maupun keindahan karena
adanya hiasan stalaktit dan stalagnit tampak eksotis menghias sepanjang atap
goa yang mempunyai semacam aula raksasa di salah satu ruangnya. Hal menarik
yang sangat menarik perhatian lebih dari para wisatawan adalah lukisan-lukisan
aneh tercetak di beberapa bagian dinding goa. Sepertinya dalam lukisan
tersebut, pembuatnya ingin mencoba menggambarkan satu bentuk mahluk misterius
yang menyerupai manusia.
Penduduk sekitar percaya bahwa pembuat lukisan
tersebut bukanlah manusia, lebih tepatnya lukisan itu dibuat oleh mahluk dari
luar angkasa atau Alien. Hal itu semakin diperkuat dengan adanya susunan jenis
batu yang berbeda pada wujud mahluk lain . Misteri
lain yang tidak kalah menarik adalah adanya istana kelelawar dan sungai bawah
tanah yang terletak jauh didalam perut Goa Kontilola. Dengan banyaknya lorong,
ruang, dan bentuk yang terkesan gigantism tersebut, sangat banyak misteri dan
hal-hal fenomenal masih tersembunyi disana.
Goa Kontilola terletak di Kecamatan Kurulu.
Untuk mengunjungi Wisata Goa Kontilola, membutuhkan perjalanan sekitar 1 jam
dari Kota Wamena. Seperti biasa, yaitu awalnya kita harus melakukan negosiasi
harga terlebih dahulu dengan penjaga goa tersebut. Biasanya jika wisatawan
berasal dari dalam kota wamena atau dari Papua akan dikenakan biaya murah
sekitar 200rb per mobil, kalau wisatawan asing yang tour maupun ekspedisi akan
dikenakan biaya dari 200-500rb. Namun jika di Kota Wamena sedang dilakukan
kegiatan nasional maupun kegiatan gerejawi dan terjadi peningkatan wisatawan,
maka penjaga akan meminta tarif masuk mahal sampai 500rb per mobil.
4)
Telaga Biru Maima
Salah satu objek wisata bersejarah di kota
wamena yang hingga kini masih disakralkan dan di jaga dengan baik oleh warga
masyarakat/yaitu objek sejarah asal usul manusia di lembah baliem wamena.
Telaga biru di desa maima, adalah objek wisata budaya bersejarah yang diyakini
sesuai mitos yang berkembang bahwa telaga biru maima memiliki sejarah misteri
lahirnya asal usul manusia di lembah baliem wamena kabupaten jayawijaya hingga
ke pegunungan tengah bahkan sampai ke nabire- paniai.
Telaga biru maima,yang dalam bahasa daerah
menyebutkan desa maima yang berarti “tempat di bawah di mana ada air” atau (we)
ma-i-ma, hingga kini menjadi salah satu objek bersejarah dan lokasi objek
wisata budaya yang dijaga oleh pemerintah daerah karena memiliki cerita yang diyakini
hingga saat ini oleh masyarakat di lembah baliem sebagai sejarah asal usul
manusia pertama di lembah ini. Keunikannya yaitu airnya yang selalu berwarna
beru ke hijau-hijauan yang bersumber dari sebuah mata air di kedalaman sekitar
tujuh meter di bawah permukaan air dan tepat dibawah sebuah gunung, dan selalu
menjadi daya tarik sendiri bagi para wisatawan.
Menurut mitos yang dipercayai hingga kini,asal
usul manusia pertama yang keluar dari dalam telaga tersebut tidak mempunyai
mata dan telinga sedang duduk-duduk dan memainkan sebuah busur anak panah
tiba-tiba melihat seorang yang berkulit agak terang muncul dengan hiasan
manik-manik diseluruh tubuhnya yang disebut naruekul atau nakmarug yang
memiliki pengetahuan bagaimana bercocok tanam, ia juga mengetahui aturan
perkawinan (wita-waya) dan pedoman hidup yang baik. Ia (seorang yang berkulit
agak terang) dibunuh dan dikuburkan dengan daun-daun namun tiba-tiba dari
tubuhnya keluar makanan ubi-ubian, bibit pohon pisang, tanaman keladi (bentoel)
dan hewan ternak seperti babi. Lalu tulang belulangnya akhirnya dibawah
kemana-mana sebagai bibit makanan.
Oleh sebab itu, hingga saat ini masyarakat
masih memegang teguh kepercayaan ini dengan selalu menyimpan sepotong tulang
yang disebut kaneke yang selalu disimpan dalam honai adat atau juga yang
disebut pilamo. Kepala bidang objek dan daya tarik wisata dinas kebudayaan dan
pariwisata kabupaten jayawijaya, yang juga berasal dari distrik asolokobal
tempat telaga biru berada, alpius wetipo membenarkan kepercayaan tersebut dan
hingga kini pemerintah melalui dinas terkait turut menjaga dan melestarikan
lokasi telaga biru maima sebagai salah satu objek wisata bagi kabupaten
jayawijaya.
Distrik Maima adalah sebuah desa mungil yang
sangat cantik, layaknya desa-desa di Norwegia sana. Kontur tanahnya berundak,
karpet rumput hijau membentang, bangunan-bangunan kayu berdiri cantik di
atasnya. Bendera Indonesia berkibar di atas tiang, diterpa sinar mentari yang
saat itu cemerlang.Telaga biru merupakan sebuah danau yang konon,
berair biru toska. Danau itu tersembunyi di balik bukit terjal, dikelilingi
tebing hijau yang menghalanginya dan dihubungi oleh sebuah jembatan gantung
,yaitu Jembatan Kuning, yang menghubungkan jalan utama dengan Distrik Maima di
Kabupaten Jayawijaya, Papua. Sesuai namanya, tiang besi di pintu jembatan itu
dicat kuning. Jembatan yang cukup panjang, melintasi Sungai Baliem dengan air
kecoklatan, namun dingin tak terelakkan.
Butuh 1 jam trekking dari Distrik Maima menuju
Telaga Biru. Bukan hal yang mudah, mengingat medan tanah licin dan tanjakan
yang cenderung terjal. Untuk tarif masuk biasanya tergantung penjaga di desa
tersebut. Jika pelajar atau mahasiswa 20rb hingga 50rb, jika wisatawan asing
50rb hingga 200rb.
5)
Festival Lembah Baliem
Setiap bulan Agustus, menyongsong Hari
Kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17, ribuan masyarakat suku di lembah ini
akan berkumpul di Desa Wosilimo untuk berpartisipasi dalam festival tahunan
Festival Budaya Lembah Baliem, atau lebih populer dengan nama Festival Lembah
Baliem.
Demontrasi perang-perangan ini bercorak budaya
yang diturunkan dari nenek moyang
mereka dan ini menunjukkan bahwa perang suku yang terjadi antara suku-suku di
Wamena disebabkan karena suku yang satu dianggap melanggar masuk batas daerah
kekuasaan suku yang lain atau karena masalah perempuan juga masalah babi dan
masalah-masalah kecil lainnya.
Festival itu selalu mengundang
para fotografer profesional dan
wisatawan dengan minat khusus dari Belanda, Australia, dan Amerika Serikat.
Mereka khusus datang ke Lembah Baliem untuk menyaksikan demonstrasi perang
antarsuku, pertunjukkan budaya, dan beberapa memanfaatkan momentum ini untuk
menggali kehidupan masyarakat pedalaman. Selama festival, masyarakat suku akan
mengenakan pakaian tradisional mereka. Laki-laki hanya menyarungkan penisnya
dengan koteka yang terbuat dari umbi-umbian, sedangkan perempuan bertelanjang
dada dan hanya mengenakan sali (rok dari rumput).
Saat berlangsung Festival Lembah Baliem adalah
saat terbaik untuk berkunjung ke Wamena. Adapun, lama kunjungan yang disarankan
yakni minimal lima hari. Tempat dilaksanakannya festival ini di Kecamatan
Wosilimo, yaitu menempuh perjalanan sekitar 1 jam 15 menit. Untuk tiket masuk
20rb per motor, 50rb per mobil, rombongan bis 100-200rb.
6) Danau Habema
Danau Habema terletak di kaki Gunung Trikora,
Kabupaten Jayawijaya, Papua, danau ini merupakan salah satu danau tertinggi di
Indonesia. Terletak di ketinggian lebih dari 3.300 meter di atas permukaan
laut, oleh Masyarakat Dani, penduduk Jayawijaya, danau itu dianggap sebagai
tempat keramat yang jadi sumber kesuburan dan kehidupan.
Untuk mencapai Danau Habema, yang dalam bahasa
setempat bernama Yuginopa berada di zona inti Taman Nasional Lorenz, Papua.
Area Habema mempunyai luas kurang lebih sekitar 224,35 hektar dengan keliling
9.79 kilometer Nama Habema diambil dari
seorang perwira Belanda yang bernama Letnan D Habema, yang mengawal ekspedisi
HA Lorentz untuk mencapai puncak
Ettiakup (sebutan masyarakat lokal untuk Gunung Trikora) pada tahun
1909. Pada masa pemerintahan Belanda, Gunung Trikora dikenal dengan nama
Wilhelminatop. Pada tahun 1963 namanya berubah menjadi Trikora (Tri Komando
Rakyat) setelah perintah Presiden pertama Indonesia, Soekarno, untuk merebut
Papua Barat.
Dahulu, puncak Gunung Trikora dan sekitar Danau
Habema dihiasi dengan salju. Tapi beberapa tahun terakhir, salju di Trikora
menipis dan Habema juga tidak pernah lagi dihiasi salju di sekitarnya. Tetapi
Danau Habema masih punya banyak keindahan lain yang bisa dinikmati. Mulai dari
bentang pemandangan padang rumput yang terlihat sejauh mata memandang, embun di
ujung dedaunan dan rerumputan, lalu air danau yang tenang, serta masih banyak
lagi. Di sekitar danau terhampar padang rumput yang
luas. Rumah semut yang dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif tergantung di
beberapa pohon. Jika beruntung kita bisa menemukan burung endemik Papua,
cenderawasih dan astrapia. Bahkan, anggrek hitam yang sudah langka itu
terkadang masih bisa dijumpai di sini.
Kesimpulan
Dalam beberapa tahun
terakhir ini kunjungan wisatawan ke Kabupaten Jayawijaya mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan semakin populernya objek wisata di
daerah ini dengan segala keunikannya yang menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Jayawijaya.
Namun, Ekowisata di Kabupaten telah mengalami
pengembangan dengan adanya dukungan pementah daerah dalam kontrol promosi baik
melalui media cetak,media online maupun pamplet. Hal ini, jelas mendorong
peningkatan wisatawan asing yang berkunjung ke kota Wamena sehingga
meningkatkan pendapatan daerah, pajak dan menambah perekonomian masyarakat
melalui transportasi yang digunakan, tempat penginapan, jasa guide masyarakat
lokal.
Lembah Baliem memiliki
potensi sumber daya ekowisata yang cukup bervariasi serta alami, namun belum
memberikan manfaat yang berarti terhadap kehidupan masyarakat lokal.
Keterpaduan dalam mengembangkan sumber daya alam perlu dipupuk guna mencapai
sasaran pembangunan yang efisien dan efektif serta optimal. Pembangunan masih
dilakukan secara sektoral sehingga pencapaian sasaran pembangunan juga tidak
begitu optimal. Pengembangan ekowisata secara menyeluruh tertumpu pada dinas
pariwisata daerah, kearifan lokal sementara idealnya pengembangan pariwisata
melibatkan semua elemen terkait, baik pemerintah maupun swasta.
Hasil identifikasi
menunjukan, bahwa, di Lembah Baliem terdapat 8 Goa, 4 lokasi penyelenggaraan
Festifal budaya, 3 patung bersejarah, 3 danau besar, 4 mummi, 5 lokasi pemandangan
alam yang menarik. Kendala jarak, aksesibilitas, peran pelaku pembangunan,
pengetahuan tentang konsep ekowisata masih terbatas, tingkat kunjungan
wisatawan rendah. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa Lembah Baliem
potensial untuk dikembangkan, namun dihambat oleh Faktor akses dan sumber daya
manusia, sehingga direkomendasikan 11 solusi strategis. Penanganannya
diperlukan peran stakeholder dengan memperhatikan konsep ekowisata
berkelanjutan serta mengutamakan akses langsung ke Papua.
Sumber :
C.P.N.S Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Jayawijaya.,’The blue lake Wamena’, http://www.papuatravels.com, diakses tanggal 14 Februari 2014.
Reza Umar, ‘Mendatangi Mummi Panglima Perang Lembah Baliem Wamena’ http://cloud.papua.go.id, diakses tanggal 14 Februari 2014.